Tulisan ini merupakan seri kedua dari cerita perjalanan saya berlibur ke
Kota Bandung. Misalnya Anda belum membaca tulisan pertama, silahkan baca dengan
klik di sini. Cerita sebelumnya berakhir pada saat saya tiba di kontrakan
teman-teman dari NTT.
Pintu masuk alun-alun Kota Bandung |
Senang bisa bertemu kembali dengan banyak sahabat dari NTT. Mereka berjumlah
24 orang, tinggal serumah. Ramai sekali. Mereka menerima saya dengan baik,
terlihat dari senyuman dan ekspresi wajahnya. Ia, memang sebelumnya sudah
pernah kenal, makanya saya semakin betah nginap
di tempat mereka.
Alun-alun Kota Bandung; rumput sintetis yang hijau dengan latar Masjid Raya Bandung yang megah. |
Saya memilih beristirahat sejenak. Perjalanan jauh dengan KA cukup
melelahkan juga. Apalagi sore harinya berencana mengelilingi Kota Bandung,
sekedar melihat suasananya sambil memotret. Tidak lama kemudian, teman-teman
mengajak saya makan siang. Ternyata mereka sudah menyiapkan santapan siang yang
istimewa. Bahagia sekali rasanya diperlakukan seperti itu.
Alun-alun Bandung (Kiri-kanan: Bella, Asty, Rino, Allyn, Anita, Rian Tiarno/RITI) |
Jam 16.00 saya meminta beberapa teman untuk menemani ke alun-alun Kota
Bandung. Mengenai alun-alun ini, sebelumnya saya telah membaca berita di
Kompas.com ketika peresmian saat pergantian tahun 2015 kemarin. Tentunya saya
penasaran melihat secara langsung wujudnya. Ada 6 orang teman yang ikut bersama
saya, sehingga totalnya kami bertujuh.
Alun-alun Kota Bandung (Kiri-kanan: Rian, Rino, Saver) |
Dari kontrakan –di jalan Kopo- kami menggunakan angkot menuju alun-alun. Saya
tidak paham dengan jalur angkot di sana. Pokoknya, mengikuti petunjuk dari
teman-teman saja. Karena setiap angkot memiliki rute tertentu, terpaksa ada
kalanya kami berjalan kaki saja hingga sampai tujuan. Beruntung jaraknya tidak
begitu jauh dan suasana Kota Bandung yang adem membuat nyaman walaupun jalan
kaki.
Salah satu sudut alun-alun Kota Bandung |
Dari jauh, alan-alun sudah tampak ramai. Banyak orang berjubel di sana. Semakin
dekat, semakin terasa begitu crowded.
“Wahh..”, begitu ekspresi spontan yang saya lontarkan saat melihat dari dekat. Alun-alun
yang berdampingan dengan Masjid Raya Bandung ini memang sangat menarik banyak pengujung.
Rumput hijau sintetis yang membentang seluas 4.8000 meter persegi yang berada tepat
di depan halaman Masjid menambah keindahannya. Banyak pengujung yang berfoto,
duduk menikmati keramaian ataupun tidur-tiduran di atasnya bersama teman, pacar,
anak, dan keluarga. Jika ingin masuk ke sana, kita harus melepas alas kaki. Begitulah
aturan yang sudah diterapkan agar rumputnya tidak cepat kotor dan rusak.
Masuk alun-alun tanpa alas kaki |
Sebagaimana yang lainnya, kami juga tidak mau ketinggalan untuk foto di
sana. Selain itu, rencananya kami ingin melihat pemandangan Kota Bandung dari
ketinggian menara Masjid. Begitu hendak membeli tiket, ternyata jam pelayanan sudah
tutup karena sudah sore. Sedikit kecewa, tapi tetap terbayarkan dengan
keindahan dan keramaian di alun-alun.
Di salah satu sudut alun-alun |
Merasa sudah puas menikmati suasana di alun-alaun, teman-teman mengusulkan
untuk mengunjungi spot yang lain di
Kota Bandung. Katanya tidak kalah menarik dengan alun-alun. Saya setuju saja
dan senang bisa diajak ke banyak tempat oleh mereka. Kali ini mereka mengajak
saya ke taman Dago. Di sana, pada taman terdapat tulisan “DAGO” ukuran raksasa,
yang letak huruf satu dengan lainnya berjauhan. Agar bisa disatukan dalam
sebuah foto, kita mesti berfoto di depan setiap huruf tadi, lalu hasilnya
digabung (edit) membentuk tulisan “DAGO”. Saya juga sempat membaca beberapa
poster yang ditempel di sana, ternyata Car
Free Day Kota Bandung dilaksanakan di daerah Dago.
DAGO Style..,bukan Doggy! |
Di sana juga saya melihat tulisan “B D G, Bandung Emerging Creative City”. Bagi
saya, ini termasuk ikon Kota Bandung karena sering melihatnya pada foto
ilustrasi berita tentang kota yang dipimpin Pak Ridwan Kamil. Karenanya, foto
di depan tulisan tersebut menjadi suatu keharusan. Belum dikatakan pernah ke
Bandung kalau belum foto di sana.
Bandung, Creative City |
Perjalan sore itu cukup menguras tenaga. Di Dago, teman-teman sudah mulai mengeluh
lapar. Mungkin karena terlalu banyak jalan kaki. Beruntung banyak penjual roti
bakar di sekitar taman Dago. Kami mengganjal perut dengan jajanan yang lezat
itu sambil menikmati dinginnya udara sore hingga matahari terbenam.
Menikmati roti bakar di taman Dago |
Sehabis makan, kami bersepakat untuk pulang. Sudah capek. Masih ada
kesempatan esok harinya untuk mengeksplor setiap sudut Kota Bandung. Pulang ke
kontrakan dulu, istirahat, pulihkan tenaga dan spirit sebagai penjelajah
sejati.
Masih makan roti… |
Bagaimana cerita selanjutnya ? Ikuti terus ceritanya di sini. Terima kasih
sudah membaca, semoga Anda bahagia dan sukses selalu. Salam Kompasiana...!!!
0 Komentar